Sejarah Gerakan Mahasiwa Kristen Indonesia (GMKI)
Pada awal abad XX, di Indonesia telah muncul
berbagai sekolah menengah dan keahlian. Selain itu di beberapa tempat, juga
telah berdiri beberapa Perguruan Tinggi, seperti Tekhnologi di Bandung,
Pertanian/Peternakan di Bogor, Hukum dan Kedokteran di Jakarta. Di
tempat-tempat ini, para pelajar dan mahasiswa juga telah membentuk berbagai
organisasi kepemudaan, tidak terkecuali mahasiswa-mahasiswa kristen.
Organisasi kepemudaan yang berciri Kristen mulai
terbentuk sekitar tahun 1915 di Surabaya, dengan nama Jong India.
Organisasi ini dimulai terutama oleh mahasiswa Nederlandsch-Indische artsen
School (NIAS). Keanggotaan organisasi ini terbuka bagi mereka yang non
Kristen. Sikap ini terus dipertahankan sampai beralih menjadi CSV op Java
afdeeling Soerabaya. Program organisasi ini meliputi perkemahan, kelompok diskusi,
PA sehingga memberi kesempatan kepada anggotanya memperlengkapi diri mereka
dalam bidang Gereja dan masyarakat. Selain di Surabaya di tempat-tempat lain di
Indonesia, juga bermunculan berbagai organisasi kepemudaan Kristen, dengan ciri
sendiri-sendiri, dan belum ada pelayanan khusus yang diberikan kepada mereka.
Baru pada tahun 1923, Van Doorn seorang ahli kehutanan, yang juga aktifis NCSV bersama seorang mahasiswa kedokteran, yakni Johanes Leimena, melalui pelayanannya terhadap mahasiswa Kristen di Indonesia. Pelayanan ini berkembang dalam bentuk kelompok-kelompok kecil dengan kegiatan : Persekutuan doa, Penelaan Alkitab, diskusi bersama tentang berbagai masalah. Dari kegiatan inilah, maka pada Tahun 1924 terbentuklah cabang CSV yang pertama yaitu Batavia CSV.
Pada tanggal 18 – 19 Februari 1926 di Bandung,
diadakan Konferensi Pemuda Kristen. Konferensi ini diikuti oleh Johanes Leimena
dan merupakan Konferensi pemuda se Indonesia yang pertama. Konferensi ini
melahirkan beberapa keputusan penting yakni : 1). Agar setiap tahun diadakan kenferensi yang serupa, dan 2).
Ditetapkan pusat kegiatan pemuda di jalan Kebun Sirih 44 yang menjadi markas
dari batavia CSV.
Dalam konferensi tanggal 28 Desember 1932, di Kaliurang yang dihadiri oleh CSV Surabaya dan CSV Jakarta, serta beberapa mahasiswa Bandung, melahirkan pernyataan untuk membentuk CSV op Java. Sebagai ketua umum pertama, terpilih Dr. Johanes Leimena, Sekretaris Dr. Van Doorn dan Bendahara Tan Tjoan Soei. Anggotanya pada waktu itu sekitar 90 orang (30 orang di Jakarta). Walaupun kecil, namun CSV op Java berhasil meletakkan dasar-dasar pembinaan mahasiswa yang kemudian dilanjutkan oleh GMKI. Aspek pertama adalah kerja sama antar GMKI-GMK Asia, dan aspek kedua yang lebih penting adalah Semangat Persatuan Nasional.
Pada masa pendudukan Jepang, ada larangan bagi organisasi-organisasi untuk melakukan kegiatannya, khususnya organisasi yang dibentuk pada zaman Hindia Belanda. Larangan ini berlaku juga untuk CSV op Java, sehingga praktis sejak tahun 1942, secara organisatoris CSV op Java telah berhenti. Namun demikian pertemuan secara diam-diam antara sejumlah anggota masih dilakukan juga.
Setelah proklamasi kemerdekaan RI, pada akhir
1945 para mahasiswa hukum, kedokteran dan teologia yang berkumpul di jalan
Pegangsaan Timur (STT Jakarta) membentuk perhimpunan Mahasiswa Kristen
Indonesia (PMKI), dan Dr. J. Leimena tetap terpilih sebagai ketua umum.
Kegiatan-kegiatan PMKI ini juga sebenarnya tidak jauh berbeda dengan CSV op
Java.
Pada masa tersebut, suasana revolusi sangat
mewarnai perkembangan PMKI. Hal ini disebabkan anggota PMKI sebagian besar
adalah mahasiswa yang memihak pada perjuangan kemerdekaan. Dan ini merupakan
warisan dari para pemimpin CSV op Java yang juga memihak pada solidaritas
kebangsaan Indonesia. Tetapi tidak lama setelah PMKI terbentuk, muncul pula
suatu organisasi baru dengan menggunakan nama CSV. Cabang-cabangnya juga
terdapat di Bandung, Bogor dan Surabaya.
Pada hakekatnya, pembentukan CSV baru pada awal
tahun 1946 tidak dimaksudkan sebagai organisasi tandingan PMKI, bahkan
pembentukannya direstui oleh pimpinan PMKI. Tetapi ada kesepakatan bahwa
masing-masing organisasi tidak akan saling menyaingi dalam merekrut anggota.
Namun lambat laun, suasana permusuhan antara Indonewsia dan Belanda menjalar juga ke Organisasi pemuda ini. Sikap PMKI pada waktu itu adalah mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para anggota CSV memandang perjuangan itu hanya dari sisi negatifnya saja.
Namun lambat laun, suasana permusuhan antara Indonewsia dan Belanda menjalar juga ke Organisasi pemuda ini. Sikap PMKI pada waktu itu adalah mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para anggota CSV memandang perjuangan itu hanya dari sisi negatifnya saja.
Pada tanggal 8 – 10 Maret 1947, diadakan
konferensi mahasiswa Indonesia di Malang. Konferensi ini menghasilkan wadah
federasi dari organisasi-organisasi ekstra universiter. Wadah yang dibentuk ini
bernama Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). Empat organisasi
lokal dan tiga buah organisasi yang berciri agama dan berluang lingkup
nasional membentuk organisasi ini. Organisasi tersebut adalah : HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia),
PMKI, PMKH (Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan) Bogor, PMD (Perhimpunan
Mahasiswa Djakarta), PMJ (Perhimpunan Mahasiswa Jogkjakarta) dan HMM
(Masyarakat Mahasiswa Malang).
Peranan PMKI dalam PPMI di masa revolusi itu cukup penting. Tetapi karena PPMI sangat terpengaruh dengan paham komunis pada waktu itu, maka akhirnya PMKI memutuskan untuk keluar dari PPMI. Baru pada tahun 1950-an, PMKI memperbaharui hubungan mereka kembali.
Tahun 1947, berlangsung KMB di Negeri Belanda.
Salah satu keputusan yang penting dari KMB ini adalah mengakhiri pertikaian
antara Indonesia dan Belanda. Dan segera dibentuk negara Indonesia Serikat. Ini
berarti bahwa pertentangan antara CSV-baru dan PMKI juga perlu
diselesaikan. Melalui pembicaraan para tokoh masing-masing organiasasi, pada
tanggal 9 Februari 1950, bertempat di kediaman Leimena, mereka sepakat untuk
mengadakan pertemuan. Dan nama yang dipilih untuk organisasi baru ini adalah
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia.
Dalam pertemuan ini Laimena menyampaikan pidato
singkat yang cukup penting karena selain memberi ciri-ciri pokok pada GMKI,
juga mengandung anjuran tentang langkah-langkah yang harus diambilnya :
“Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen khususnya. GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan yang mungkin harus dilakukan di Indonesia. GMKI jadilah suatu pusat, tempat latihan, dari mereka yang bersedia bertanggungjawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. GMKI bukan merupakan suatu gesellscaft, tetapi ia adalah suatu gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian, ia berakar baik dalam Gereja maupun dalam nusa dan bangsa Indonesia. Sebagai suatu bagian dari Iman dan Roh, ia berdiri di tengah-tengah dua proklamasi; Proklamasi Kemerdekaan Nasional, dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan Injil-Nya, yaitu Injil Kehidupan, kematian, dan kebangkitan”.
Dalam rapat pembentukan ini pimpinan PMKI
dijadikan pimpinan GMKI. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena ada
kesepakatan untuk mengangkat Dr. C. Siregar dan Tine Frans sebagai ketua umum
dan sekjen. Pertemuan resmi antara kedua organisasi ini terjadi pada bulan
Desember 1950, dan dilihat sebagai Kongres I GMKI.
UT OMNES UNUM SINT
0 komentar:
Posting Komentar